ARTICLE AD BOX
JARINGAN Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) menilai penetapan mantan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi Nadiem Makarim sebagai tersangka kasus korupsi pengadaan Chromebook merupakan tamparan keras bagi bangsa.
Scroll ke bawah untuk melanjutkan membaca
Kasus itu, kata Koordinator Nasional JPPI Ubaid Matraji, bukan sekadar perkara hukum, melainkan bukti runtuhnya moral pejabat di sektor pendidikan. “Korupsi ini bukan hanya soal kerugian uang negara, ini adalah bukti matinya nurani dan empati di antara para pejabat yang seharusnya menjadi pelayan publik,” kata dia dalam keterangan tertulis pada Jumat, 5 September 2025.
Dia heran bagaimana mungkin para pejabat tega merampok hak pendidikan anak-anak yang mestinya mereka lindungi. JPPI menilai praktik korupsi yang mendarah daging di sektor pendidikan telah mengkhianati amanat konstitusi.
Lembaga pendidikan yang semestinya menjadi benteng moral justru berisiko menjadi inkubator koruptor. “Selama ini kita sibuk membangun infrastruktur dan mengembangkan kurikulum, tapi gagal membentengi moral. Akibatnya, mereka yang kita didik bisa jadi adalah mereka yang kelak akan menghancurkan bangsa,” ujar Ubaid.
Organisasi ini juga memperingatkan bahwa proyek serupa pengadaan laptop masih berjalan hingga 2025 dan berpotensi menimbulkan skandal baru jika tidak diawasi ketat. “Setiap proyek harus diawasi ketat, dari awal hingga akhir,” tegasnya.
“Jika tidak ada reformasi, pendidikan kita akan terus menjadi lahan basah bagi para koruptor, dan masa depan bangsa dipertaruhkan,”
Ia menegaskan, JPPI akan terus mengawal penegakan hukum agar kasus ini tidak berakhir seperti skandal pendidikan lain yang tenggelam begitu saja. JPPI pun menyampaikan tiga tuntutan utama:
1. Pengusutan tuntas tanpa pandang bulu oleh Kejaksaan Agung hingga ke akar-akarnya.
2. Audit forensik terhadap seluruh program dan proyek Kementerian Pendidikan sejak 2019.
3. Reformasi total transparansi dan akuntabilitas birokrasi pendidikan dengan melibatkan publik dalam pengawasan.