Era Baru Kesehatan Gigi, AI Jadi Kunci Perawatan Presisi Tanpa Operasi

Liputan6.com, Jakarta - Perkembangan teknologi dan kecerdasan buatan (AI) kini menjadi pendorong utama transformasi layanan kesehatan gigi di Indonesia. Sekjen Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI), Dr. Eka Erwansyah, drg., M.Kes., Sp.Ort., Subsp. DDTK (K) menilai teknologi ini akan mempercepat deteksi dini, meningkatkan akurasi perawatan, dan mengurangi tindakan invasif yang selama ini umum dilakukan di klinik.

"Kita berharap semakin sedikit tindakan yang sifatnya invasif. Kalau gigi bisa dipertahankan tanpa dicabut, itu jauh lebih baik," ujar Eka.

Eka menjelaskan bahwa arah pelayanan kedokteran gigi ke depan adalah meminimalkan prosedur seperti pencabutan atau operasi ketika kerusakan sudah parah. Dengan dukungan teknologi digital dan AI, dokter kini dapat mendeteksi masalah lebih cepat, membuat rencana perawatan yang presisi, dan memberikan solusi tanpa operasi.

Menurutnya, AI kini berperan dalam analisis gambar, identifikasi karies, hingga prediksi hasil perawatan.

Kemampuan ini membantu dokter mengurangi risiko tindakan besar dan menjaga kondisi alami gigi pasien selama mungkin.

"Invasif itu artinya tindakan operasional yang mengubah struktur tubuh, seperti operasi atau mencabut gigi. Kalau ada teknologi yang memungkinkan gigi ditambal atau dipertahankan tanpa perlu dicabut, tentu itu jauh lebih ideal," kata Eka.

Dia, menambahkan, inovasi seperti material restoratif yang lebih kuat, diagnosis digital yang presisi, dan alat imaging terbaru membuat kerusakan dapat terdeteksi lebih dini. Dengan begitu, dokter bisa melakukan tindakan konservatif sebelum kondisi memburuk.

Pergeseran ini dinilai akan berdampak besar pada kualitas kesehatan gigi masyarakat dalam beberapa tahun ke depan.

Selain restorasi dan imaging, Eka menegaskan bahwa kecerdasan buatan adalah inovasi terbesar yang sedang mengubah praktik kedokteran gigi. "AI sekarang berkembang sangat cepat. Yang sebelumnya sepenuhnya mengandalkan keahlian manual dokter, sekarang banyak proses yang bisa ditingkatkan dengan bantuan AI," katanya.

Dalam praktiknya, AI digunakan untuk:

• Analisis radiografi otomatis
• Deteksi dini karies dan kelainan rahang
• Perencanaan ortodonti berbasis simulasi
• Prediksi kebutuhan perawatan
• Asistensi prosedur digital dentistry

Dengan analisis cepat dan akurat, AI membantu dokter membuat keputusan lebih tepat, sekaligus meminimalkan risiko kesalahan. Pasien pun berpeluang mendapat perawatan yang lebih efektif dan terhindar dari tindakan invasif yang tidak perlu.

Eka memperkirakan bahwa dalam lima tahun ke depan, penggunaan AI akan semakin terintegrasi di klinik, rumah sakit, hingga institusi pendidikan kedokteran gigi.

Menanggapi pesatnya perkembangan teknologi global, IDEC 2025 dipandang sebagai momentum penting modernisasi layanan kesehatan gigi di Indonesia. Konferensi internasional ini menjadi ruang strategis bagi dokter, akademisi, dan industri untuk membahas inovasi serta penerapannya di lapangan.

Eka menegaskan bahwa transformasi digital bukan hanya tentang alat canggih, tapi juga efisiensi sistem, mulai dari digitalisasi rekam medis, tele-dentistry, hingga pemanfaatan AI untuk deteksi awal.

"Harapan kita, teknologi mampu membuat pelayanan lebih cepat, lebih tepat, dan lebih minimal invasif. Dengan teknologi, pasien bisa mendapatkan hasil yang lebih baik tanpa harus menjalani prosedur besar," ujarnya.

Eka, menambahkan, peningkatan kualitas layanan ini sangat penting untuk pencegahan jangka panjang. Teknologi memungkinkan deteksi dini, sehingga tindakan besar dapat dicegah sejak awal.