ARTICLE AD BOX
Jakarta -
Egar memulai hari-harinya tepat pukul 6 pagi. Setelah beranjak dari tempat tidur, ia mencuci muka, menggosok gigi, lalu menyeduh kopi.
Tempat pertama yang Egar sambangi sehari-hari adalah sebuah kebun di sudut gang tempat tinggalnya. Sesampainya di kebun, ia akan menyapu, memilah-milah sampah, menyiram tanaman, serta melakukan kegiatan penimbangan sampah.
Egar adalah satu dari sekian pemuda yang terlibat aktif di Kelompok Tani Cemara. Kolektif ini berasal dari Jalan Cemara Ujung Gang 12, kecamatan Koja, Jakarta Utara. Kini, gang tersebut lebih dikenal dengan nama Gang Hijau Cemara. Kelompok Tani Cemara berfokus pada kegiatan urban farming, atau budidaya tanaman pada lahan terbatas.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Keterlibatan Egar di Kelompok Tani Cemara dimulai pada tahun 2016. Kala itu, ia baru saja mengundurkan diri dari pekerjaan penuh waktu di sebuah bistro di Jakarta Utara. Egar pun kemudian mengisi waktu luang dengan nongkrong bersama kawan-kawannya di gang.
Namun, Egar mengaku bosan dengan kegiatan tersebut. Ia gelisah dan merasa tidak produktif. Selain itu, ia juga tidak tahu apa yang mesti dilakukan di sebuah gang yang seumur hidupnya ia kenal sebagai tempat yang kumuh, dan menurut penuturannya, 'banyak masalah'.
"Memang dulu di sini tempatnya tuh, kalau dibilang kumuh, memang sudah jadi zona merah ya. Penuh dengan banyak masalah, pada intinya. Ya dari sampah, kriminalitas, mungkin prostitusi juga dan narkoba, lebih parah juga di sini," kenang Egar di program Sosok detikcom.
Sosok yang mengajak Egar bergabung di Kelompok Tani Cemara adalah Dani Arwanto. Dani yang menjabat sebagai ketua RT 007 itu telah menjalankan kelompok tani dengan program utama urban farming. Tanpa ragu, Egar pun mengiyakan ajakan tersebut.
Mula-mula, Egar mengisi waktu dengan bersih-bersih lingkungan gang. Kemudian, ia mulai belajar menanam pohon. Tak terasa, waktu pun terus berjalan. Kini, Egar telah fasih dalam berbagai kegiatan lainnya di Kelompok Tani Cemara, seperti pengolahan sampah, budidaya ikan, hingga budidaya maggot.
"Pak Dani datang, di situ bawa program yang mungkin menurut kita, satu hal yang baru ya di kota. Tapi, udah, daripada kita nggak produktif, kita manfaatin yang ada. Waktu itu di sini, kebetulan masih sampah juga. Jadi kita kalau nongkrong tuh banyak nyamuk, kadang banyak lalat. Ya udah kita cuma bersih-bersih aja, dulu. Sampai kita menanam satu, dua pohon. Akhirnya, ketagihan sampai sekarang," aku Egar.
Sejak kedatangannya di Jalan Cemara Ujung Gang 12 Koja pada 1999, Dani Arwanto memang selalu berminat untuk menginisiasi program yang bisa memberdayakan masyarakat sekaligus bermanfaat bagi lingkungan. Menggunakan dasar pengetahuannya sebagai penjual tanaman hias, Dani kemudian mengajak warga setempat untuk merawat lingkungan agar lebih elok dipandang melalui Kelompok Tani Cemara. Melalui kegiatan tersebut, Dani berharap warga menjadi lebih produktif, sehingga meminimalisir kriminalitas dan kenakalan remaja yang sebelumnya menjadi permasalahan utama di gang tersebut.
"Memang basic saya suka berorganisasi, seperti itu. Ketika hadir di sini kita menggalang teman-teman, anak-anak remaja karang taruna, untuk membangun, memperbaiki lingkungan dan sosial di sini. Kita harus perbaiki, ketika saya di sini sebagai warga di sini, jangan sampai anak-anak nanti ke depannya itu terkontaminasi dengan lingkungan yang tidak baik," tutur Dani.
Cita-cita Dani rupanya tercapai. Hal ini diakui oleh Egar, ia mengaku jauh lebih tenang dengan kesibukan barunya melakukan urban farming. Selain karena merasa lebih produktif, Egar juga merasakan peningkatan pada kesehatan fisik dan mentalnya.
"Kalau sekarang, ya, saya nyaman dengan keadaan yang sekarang. Ngerasa hidup lebih sehat aja. Nggak kayak dulu, stres. Nyari duit cuma untuk satu hal yang buruk, gitu kan. Setelah itu, selesai," aku Egar.
Selain itu, Egar juga mengamati perubahan signifikan mengenai kebiasaan warga di tempat tinggalnya. Kini, warga Gang Hijau Cemara rajin menyortir dan mengolah sampah. Egar juga mengamati bagaimana komunikasi antar warga di tempat tinggalnya terus membaik seiring dengan berjalannya waktu.
"Kalau untuk dari lingkungannya, ya banyak pembangunan walaupun kecil sederhana. Tapi, lebih kelihatan bagus gitu, tanpa ada sampah. Mungkin ada ya, tapi paling nggak, sampah itu nggak menimbulkan bau dan berceceran ke mana-mana aja. Yang awalnya, tadinya, tempat ini dijadikan tempat sampah, sekarang mereka (warga) lebih bisa menyortir sampah yang ada hasilnya atau yang residu, tapi bisa didaur ulang," jelas Egar.
Bagi Egar, semua itu tak lepas dari peran sang ketua RT, Dani Arwanto. Egar bertutur, sifat Dani yang mudah bergaul dan tidak pelit ilmu menyebabkan orang-orang di sekitarnya juga ikut konsisten dalam merawat...