ARTICLE AD BOX
Jakarta -
Suhendri Ardiansyah atau Hendri (27), warga Jakarta Selatan menjadi korban kasus dugaan tindak pidana perdagangan orang (TPPO) usai diiming-iming kerja di luar negeri dengan gaji besar. Alih-alih bekerja, Hendri malah disekap hingga disiksa di wilayah yang sulit dijangkau.
Hal itu disampaikan sepupu Hendri, Yohana Apriliani (35) usai diperiksa hampir tiga jam oleh penyidik Bareskrim Polri. Yohana mengaku telah menyampaikan detail kronologi kejadian yang menimpa Hendri kepada penyidik.
"Kita tadi dapat 13 pertanyaan sih tadi di dalem. Pertama tentang hubungan saya dengan korban, jadi benar-benar dipastikan keluarganya atau bukan," kata Yohana kepada wartawan di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Jumat (16/8/2024).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Terus soal Hendri, awal keberangkatan dia ke sana, keluarga tahu apa enggak, dia di sana kerja apa, siapa yang ajak, merekrut dia itu siapa, terus tau Hendri minta pulang karena apa," tambahnya.
Wanita yang akrab disapa Nana itu mengaku terakhir berkomunikasi dengan Hendri pada Rabu (14/8) lalu. Dia mengatakan, saat itu Hendri kembali dipaksa untuk meminta uang tebusan.
Adapun nominalnya sebesar Rp 18 juta. Uang itu dimintakan dengan janji agar Hendri tidak disiksa setiap hari. Namun, jika tak dikirim, Hendri diancam akan terus disiksa.
"Pas hari Rabu telepon dia, masih tetap disuruh minta kirimin uang. Karena nggak ada uang masuk dia dapat pukulan," ungkap Nana.
"Terakhir itu dia dapat pukulan itu jam dua malam. Dia lagi mulai mau tidur di toilet, dia langsung ditarik, dibawa ke sebuah ruangan yang berisi 7-8 tentara dan beberapa bos-bos. Dia di situ dipukul, tangannya diborgol, mukannya ditutup kantong kresek dan kakinya itu dihajar pakai stick Baseball," sambungnya.
Bahkan, kata Nana, Hendri mengaku mengalami mati rasa akibat siksaan yang dilakukan terus-menerus.
"Jadi dari pinggang ke bawah yang dihajar, sampai dia bilang kakinya itu kayak mati rasa. Benar-benar kaki dia kayak buntung gitu, nggak ada rasanya," ujar Nana menceritakan.
Nana menyebut, Hendri juga beberapa kali mengatakan hampir putus asa. Sebab, hingga kini tak ada titik terang yang terlihat meski segala hal telah diupayakan.
"Mungkin Hendri pasrah kata dia, untuk minta tebusan sampai dari ratusan sampe puluhan juta pun kan keluarga nggak bisa kan. Mungkin dari situ dia bilang udah pasrah gitu dia di sana," kata Nana.
Di sisi lain, Nana menyebut pihak keluarga masih terus berkomunikasi dengan Kementerian Luar Negeri dan Polri. Namun, lagi-lagi belum ada kabar baik mengenai persoalan yang menimpa Hendri.
Nana telah berkomunikasi dengan Direktur Perlindungan Warga Negara Indonesia (PWNI) Kemenlu, Juda Nugraha. Dari situ diketahui bahwa Kemlu juga kesulitan untuk menangani perkara tersebut.
Sebab Hendri disekap di wilayah Myawaddy, Myanmar. Wilayah itu disebut sulit dijangkau karena dikuasai kelompok bersenjata.
"Bareskrim juga bilang seperti itu. Karena di sana bisa dibilang ke pemerintahannya bukan kaya di Indonesia. Kaya kebal hukum gitu di sana, makanya ribet juga dia bilang," pungkas Nana.
Sebagaimana diketahui, Hendri awalnya diajak temannya bernama Risky untuk bekerja di Thailand dengan gaji sebesar USD 10 ribu atau Rp 150 juta. SA beserta keluarga tak menaruh curiga sama sekali karena mereka sudah kenal baik dengan Risky.
Seluruh kebutuhan keberangkatan Hendri ke Thailand diurus oleh Risky. Hingga akhirnya Hendri meninggalkan Indonesia pada 11 Juli 2024.
Sesampai di Bangkok, Thailand, Hendri bersama Risky dan sejumlah orang keturunan India lainnya menaiki satu mobil. Mereka dijanjikan dibawa ke daerah Mae Sot, Thailand.
Namun setelah itu Hendri berpisah mobil dengan Risky. Alih-alih ke Mae Sot, Hendri malah diberangkatkan ke Myanmar.
Sejak saat itu Risky mengaku kepada keluarga Hendri bahwa dia mulai hilang kontak dengan Hendri. Sementara Risky diketahui telah kembali ke Indonesia pada 30 Juli 2024.
"Si Risky ini tanggal 30 Juli kemarin sudah balik loh ke Indonesia. Itu yang kita pertanyakan sebagai keluarga, kok dia yang ngajak tapi di bisa balik dengan bebasnya, dengan sehatnya ke Indonesia," ungkap perempuan yang akrab disapa Nana itu.
"Sedangkan kita dapat telpon dari Hendri, dia tuh di sana disekap, disiksa karena orang sana minta tebusan sebesar USD 30 ribu. Selama uang itu belum masuk, si Hendri setiap nelepon ke kita, dia selalu disiksa sama orang sana, enggak dikasih makan juga, minum pun nunggu hujan dia baru bisa minum," sambung dia.
(ond/idn)