Bamsoet Ungkap Amandemen UUD NRI 1945 Diusulkan ke MPR RI 2024-2029

2 weeks ago 20
ARTICLE AD BOX
winjudi situs winjudi online winjudi slot online winjudi online slot gacor online situs slot gacor online link slot gacor online demo slot gacor online rtp slot gacor online slot gacor online terkini situs slot gacor online terkini link slot gacor online terkini demo slot gacor online terkini rtp slot gacor online terkini Akun slot gacor online Akun situs slot gacor online Akun link slot gacor online Akun demo slot gacor online Akun rtp slot gacor online informasi terbaru berita terbaru kabar terbaru liputan terbaru kutipan terbaru informasi terkini berita terkini kabar terkini liputan terkini kutipan terkini informasi terpercaya berita terpercaya kabar terpercaya liputan terpercaya kutipan terpercaya informasi hari ini berita hari ini kabar hari ini liputan hari ini kutipan hari ini informasi viral online berita viral online kabar viral online liputan viral online kutipan viral online informasi akurat online berita akurat online kabar akurat online liputan akurat online kutipan akurat online informasi penting online berita penting online kabar penting online liputan penting online kutipan penting online informasi online terbaru berita online terbaru kabar online terbaru liputan online terbaru kutipan online terbaru informasi online terkini berita online terkini kabar online terkini liputan online terkini kutipan online terkini informasi online terpercaya berita online terpercaya kabar online terpercaya liputan online terpercaya kutipan online terpercaya winjudi

Jakarta -

Ketua MPR RI ke-16 Bambang Soesatyo (Bamsoet) menuturkan amandemen terhadap UUD 1945 telah mengubah sistem ketatanegaraan secara fundamental. Salah satunya adalah reposisi MPR yang tidak lagi berkedudukan sebagai lembaga tertinggi negara dengan segala kewenangan superlatif yang melekat sebelumnya.

Meski demikian, MPR masih memiliki kewenangan konstitusional tertinggi dalam hal mengubah dan menetapkan UUD, termasuk memberi putusan akhir pada proses pemakzulan (impeachment) terhadap presiden/wakil presiden.

"Setelah 26 tahun reformasi menghantarkan euforia demokrasi, kini mulai muncul wacana untuk mengkaji kembali opsi amendemen terhadap UUD NRI 1945, termasuk dari para tokoh bangsa. Tujuannya untuk mengoreksi kembali hasil amendemen konstitusi yang telah dilakukan selama periode 1999 hingga 2002," ujar Bamsoet, dalam keterangannya, Minggu (18/8/2024).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Untuk itu, MPR periode 2019-2024 akan merekomendasikan kepada MPR yang akan datang agar melakukan kajian mendalam dan menyeluruh terhadap usulan amandemen UUD NRI 1945," sambungnya.

Hal ini ia sampaikan saat membuka Seminar Hari Konstitusi di Gedung Parlemen Jakarta, Minggu (18/8). Hadir sebagai narasumber Jimly Asshiddiqie, Yudi Latief dan Jimmy F. Usunan. Hadir pula Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid, dan Fadel Muhammad.

Bamsoet menjelaskan terkait wacana amendemen UUD NRI 1945, MPR telah mendapatkan beberapa aspirasi. Pertama, amendemen terbatas terkait kewenangan MPR membentuk PPHN. Kedua, penyempurnaan atau pengkajian menyeluruh terhadap UUD Tahun 1945 hasil amendemen sebelumnya.

"Ketiga, kembali ke UUD 1945 sesuai Dekrit Presiden 5 Juli 1959. Keempat, kembali ke UUD 1945 yang asli, kemudian disempurnakan melalui adendum. Kelima, tidak diperlukan adanya amendemen konstitusi karena UUD NRI Tahun 1945 yang saat ini berlaku masih relevan," urai Ketua DPR RI ke-20 itu.

Bamsoet menerangkan urgensi untuk meninjau kembali konstitusi salah satunya berangkat dari kekhawatiran bahwa masih ada banyak celah yang ditinggalkan UUD NRI 1945 yang berlaku saat ini. UUD NRI 1945 pasca reformasi tidak memiliki pintu darurat jika terjadi dispute atau kebuntuan konstitusi dan kebuntuan politik.

Sampai saat ini UUD NRI 1945 belum memiliki ketentuan hukum yang mengatur tentang tata cara pengisian jabatan publik yang disebabkan hasil Pemilu tidak tepat waktu. Yakni, pergantian anggota DPR dan DPD tanggal 1 Oktober untuk Pileg dan 20 Oktober untuk Pilpres setiap lima tahunnya.

"Bagaimana jika keadaan darurat negara menyebabkan pelaksanaan Pemilu tidak dapat diselesaikan tepat waktu sesuai perintah konstitusi? Maka secara hukum, tentunya tidak ada anggota legislatif, presiden dan atau wakil presiden yang terpilih sebagai produk Pemilu," ujar Ketua Dewan Pembina Depinas Ormas Pendiri Partai Golkar SOKSI.

"Dalam keadaan demikian, timbul pertanyaan, siapa yang memiliki kewajiban atau kewenangan hukum untuk mengatasi keadaan-keadaan bahaya tersebut?," sambungnya.

Bamsoet menambahkan idealnya UUD NRI 1945 dapat memberikan jalan keluar secara konstitusional untuk mengatasi kebuntuan ketatanegaraan atau 'constitutional deadlock'. Jika situasi seperti itu benar-benar terjadi, prinsip kedaulatan rakyatlah yang harus dikedepankan untuk mengatasi keadaan-keadaan bahaya.

"Sebagai representasi dari prinsip kedaulatan rakyat, maka seharusnya MPR kembali memiliki kewenangan subjektif superlatif. Sehingga dengan kewenangan tersebut dapat mengambil keputusan atau penetapan-penetapan yang bersifat regeling guna mengatasi dampak dari suatu keadaan kahar fiskal maupun kahar politik yang tidak dapat diantisipasi dan tidak bisa dikendalikan secara wajar," pungkasnya.

(akn/ega)

Read Entire Article