ARTICLE AD BOX
WAKIL Rektor III Bidang Kemahasiswaan dan Alumni Akademi Manajemen Informatika dan Komputer atau Amikom Yogyakarta Achmad Fauzi menawarkan bantuan pendampingan hukum untuk keluarga Rheza Sendy Pratama, mahasiswa yang diduga menjadi korban kekerasan polisi dalam demonstrasi pada Ahad, 31 Agustus 2025.
Menurut Achmad pihak kampus telah meminta Polda Daerah Istimewa Yogyakarta untuk menjelaskan kronologi detail peristiwa kekerasan yang menimpa Rheza. Kampus, kata dia siap memberikan pendampingan hukum terhadap keluarga Rheza bila diperlukan.
Achmad telah menawarkan pendampingan hukum dari kampus. Tapi, Yoyon menyatakan tidak akan menuntut siapapun dengan menandatangani surat bermaterai di hadapan aparat Polda dan perangkat desa. Pendampingan hukum itu tegantung permintaan keluarga. “Ayah Rheza menerima peristiwa itu sebagai musibah dan takdir. Tidak menuntut siapapun,” kata Achmad dihubungi, Kamis, 4 September 2025.
Ihwal aktivitas Rheza di kampus, Achmad mengatakan dia tidak aktif dalam kegiatan organisasi kampus. Rheza selama ini seperti mahasiswa pada umumnya, ia menjalani kuliah semester lima. “Rheza bukan aktivis kampus,” kata Achmad.
Ketua BEM Amikom Alvito Apriansyah mengatakan hal serupa. Rheza tidak bergabung dengan BEM dan tidak terlibat dalam organisasi mahasiswa lainnya. Alvito menyebutkan Rheza ikut demonstrasi atas inisiatif pribadi karena BEM Amikom tidak terlibat dalam aksi tersebut.
Yoyon Surono, ayah Rheza mengatakan sehari sebelum tewas, Rheza berpamitan untuk minum kopi bersama temannya. Ia mengungkapkan kondisi tubuh anaknya penuh luka memar. “Leher belakang seperti patah sehingga harus diluruskan, pelipis dahi luka bocor, banyak bekas jejak sepatu-sepatu PDL di dada dan perut, dan seperti bekas memar sabetan di badannya,” kata Yoyon terisak.
Tewasnya mahasiswa Amikom Yogyakarta Rheza Sendy Pratama yang diduga korban kekerasan polisi dalam demonstrasi pada Ahad, 31 Agustus 2025 menarik perhatian berbagai kalangan.
Ada juga video yang menunjukkan Rheza sedang mengendarai sepeda motor jenis trail, berboncengan dengan temannya dalam kecepatan tinggi di kawasan Ring Road Utara, depan markas Polda. Mereka hendak menembus barikade polisi yang bersiaga. Rheza terjatuh bersama sepeda motor itu ketika aparat menembakkan gas air mata saat berbalik arah. Rezha tergeletak dan didatangi polisi. Sedangkan, teman yang dia bonceng lari dan dikejar polisi.
Rheza tewas pada Ahad pagi 31 Agustus 2025 saat dibawa aparat kepolisan ke RSUP Dr. Sardjito. Keluarganya menolak proses autopsi dan langsung menguburkannya pada hari yang sama. Beredar kabar bahwa polisi menekan pihak orang tua Rheza untuk membuat surat pernyataan yang isinya tak akan menuntut penyelidikan dan autopsi.
Kepala Polda DIY Inspektur Jenderal Anggoro Sukartono membantah polisi menekan keluarga Rheza untuk menandatangani surat pernyataan “Saya belum mendengar soal itu. Siapa yang membuat pernyataan?” kata Anggoro usai bertemu Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X di Komplek Kepatihan, Selasa, 2 September 2025.
Anggoro menyatakan Polda telah meminta autopsi, tapi keluarga menolak. Dia mengklaim saat Rheza terkapar di tengah bentrokan, anggotanya mengevakuasi dia dengan membawanya masuk ke dalam Markas Polda DIY karena kondisinya lemah. Dokter kepolisian kemudian menanganinya.
Tim medis kepolisian kemudian membawa Rheza ke RSUP dr Sardjito. Dalam situasi ricuh, aparat, kata Anggoro setidaknya menangkap enam demonstran, satu di antaranya adalah Rheza.
Meski ada korban tewas dalam bentrokan itu, Anggoro berkukuh Polda DIY tidak pernah menginstruksikan adanya kekerasan dalam menghadapi massa aksi. “Tidak ada instruksi untuk melakukan atau menghalau (demonstran) dengan keras. Yang dibicarakan ada, tidak ada instruksi itu,” kata dia.
Pribadi Wicaksono berkontribusi dalam penulisan artikel ini
Pilihan Editor: Polda DIY Periksa 10 Saksi Dalam Kasus Tewasnya Mahasiswa Amikom